Video Bullying Siswa SMP di Blitar Viral di Hari Anak, 12 Pelaku Diamankan
![]() |
Sumber gambar: Akun Facebook Yoda Cahaya |
Kejadian ini diketahui terjadi saat kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Korban yang masih duduk di bangku kelas VII hanya bisa pasrah menerima pukulan dan tendangan dari teman-temannya. Ironisnya, sejumlah siswa lainnya terlihat justru sibuk merekam peristiwa tersebut dengan ponsel mereka, alih-alih membantu.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka, membenarkan adanya insiden tersebut. Ia menjelaskan bahwa seluruh siswa yang terlibat dalam aksi kekerasan itu telah dikenali dan saat ini dalam proses pembinaan. “Ada 12 siswa yang terlibat langsung, mereka merupakan rekan seangkatan korban. Mereka sudah dimintai keterangan dan diminta menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya,” ujar Adi dalam keterangannya, Selasa (23/7).
Pihak sekolah juga telah mengambil langkah cepat dengan melibatkan Babinsa dan kepolisian setempat untuk memberikan pembinaan kepada para pelaku. Namun, orang tua korban menolak hanya diselesaikan secara internal. Mereka mendesak agar proses hukum tetap berjalan demi memberikan efek jera dan memastikan perlindungan bagi anak-anak lain di masa mendatang.
“Saya tidak terima anak saya diperlakukan seperti binatang. Itu bukan bercanda, itu sudah kriminal. Saya ingin proses hukum dijalankan,” ujar ayah korban saat diwawancarai awak media di halaman sekolah.
Insiden ini memicu keprihatinan publik, terlebih karena terjadi di momen peringatan Hari Anak Nasional. Banyak pihak menilai bahwa kejadian ini mencerminkan lemahnya pengawasan sekolah terhadap aktivitas siswa, terutama dalam kegiatan orientasi seperti MPLS yang seharusnya menjadi momen membangun solidaritas, bukan kekerasan.
Psikolog anak dan remaja, dr. Intan Damayanti, menyebutkan bahwa tindakan bullying seperti ini bisa menimbulkan trauma jangka panjang bagi korban. “Kekerasan yang diterima di usia remaja sangat mempengaruhi perkembangan emosional. Bila tidak ditangani secara serius, korban bisa mengalami kecemasan, depresi, bahkan fobia sosial,” kata Intan saat dimintai pendapatnya.
Sebagai tindak lanjut, Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar menyatakan akan mengevaluasi total pelaksanaan MPLS di seluruh sekolah. Mereka juga berencana mengeluarkan edaran baru yang melarang segala bentuk aktivitas orientasi yang tidak diawasi oleh guru pendamping.
Sementara itu, pihak kepolisian setempat belum menetapkan status hukum kepada para pelaku karena mempertimbangkan usia mereka yang masih di bawah umur. Namun, penyelidikan tetap dilakukan untuk memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan yang layak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Kasus ini menambah daftar panjang peristiwa bullying di lingkungan sekolah di Indonesia. Netizen dan pegiat hak anak mendesak pemerintah, khususnya Kemendikbudristek dan KPAI, agar memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan sekolah dan memperkuat program anti-bullying.
Hingga berita ini diturunkan, korban telah mendapatkan pendampingan psikologis dan perlindungan dari pihak sekolah serta keluarga. Sementara 12 siswa pelaku perundungan menjalani pembinaan dan pengawasan ketat, serta telah diberikan sanksi sesuai aturan sekolah.
Insiden ini menjadi pengingat keras bahwa sekolah harus menjadi ruang aman bagi setiap anak, bukan tempat di mana kekerasan dibiarkan tumbuh dalam diam.

Tidak ada komentar