Bagaimana Peran Peer Review Berubah Di Era Digital

Godday
By -
0



FORMOSA NEWS-Dalam dunia akademik, peer review atau tinjauan sejawat telah lama menjadi fondasi penting dalam memastikan kualitas dan kredibilitas penelitian ilmiah. Proses ini bertujuan untuk mengevaluasi karya ilmiah yang diajukan untuk dipublikasikan, dengan melibatkan ahli dari bidang yang relevan untuk memberikan penilaian dan umpan balik yang konstruktif. Meskipun tujuan dasar dari peer review tetap sama, cara proses ini dilakukan telah mengalami perubahan signifikan sejak era digital dimulai. Perubahan ini mencakup penggunaan teknologi yang lebih canggih, transparansi yang lebih besar, serta munculnya berbagai model dan platform baru untuk publikasi ilmiah.

Proses peer review di masa lalu sering kali dilakukan secara anonim dan melalui saluran komunikasi yang terbatas. Namun, dengan pesatnya kemajuan teknologi digital dan pergeseran dalam cara kita berkomunikasi, akses terhadap artikel ilmiah menjadi lebih terbuka dan sistem review pun mulai beradaptasi. Pada artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana peran peer review telah berubah di era digital, serta berbagai tantangan dan peluang yang timbul dari transformasi tersebut.


Perkembangan Peer Review Sebelum Era Digital


Sebelum era digital, proses peer review beroperasi dengan cara yang relatif sederhana dan lebih tertutup. Sebagian besar jurnal ilmiah mengandalkan metode peer review tradisional, di mana penulis mengirimkan manuskrip mereka ke editor jurnal, yang kemudian mengirimkannya kepada para ahli di bidang terkait untuk memberikan penilaian. Biasanya, proses ini dilakukan secara anonim, dengan reviewer tidak mengetahui siapa penulisnya, dan sebaliknya, penulis juga tidak tahu siapa saja yang menilai karyanya. Anonimitas ini diharapkan dapat meminimalkan bias dan memungkinkan umpan balik yang lebih objektif.


Namun, meskipun sistem peer review ini efektif dalam menjaga kualitas publikasi ilmiah, prosesnya sering kali dianggap lambat dan kurang transparan. Dalam beberapa kasus, masalah seperti keterlambatan dalam proses review, kurangnya reviewer yang berkualitas, atau bahkan bias reviewer yang tidak disadari, bisa mempengaruhi integritas proses tersebut. Selain itu, sistem ini terbatas oleh aksesibilitas: penelitian hanya dapat diakses oleh individu atau institusi yang memiliki langganan jurnal atau akses ke perpustakaan universitas, yang menambah ketidaksetaraan dalam distribusi pengetahuan ilmiah.


Dampak Digitalisasi terhadap Proses Peer Review


Dengan munculnya era digital, berbagai aspek dalam proses peer review mulai mengalami perubahan yang signifikan. Kemajuan teknologi telah membawa dampak besar pada berbagai sektor kehidupan, termasuk dunia akademik. Berikut ini adalah beberapa aspek utama di mana proses peer review mengalami transformasi.


1. Akses Terbuka (Open Access)


Salah satu perubahan terbesar yang dibawa oleh era digital adalah pergeseran menuju publikasi akses terbuka (open access). Dulu, sebagian besar artikel ilmiah hanya bisa diakses oleh individu yang memiliki langganan atau yang berada dalam institusi yang memiliki akses ke jurnal ilmiah. Namun, dengan model akses terbuka, banyak jurnal ilmiah kini menawarkan artikel mereka secara gratis untuk publik, yang mengarah pada lebih banyak penelitian yang dapat diakses oleh masyarakat luas, termasuk peneliti, mahasiswa, dan bahkan masyarakat umum.


Perubahan ini berimplikasi langsung pada proses peer review. Banyak jurnal yang beralih ke sistem akses terbuka harus mencari cara baru untuk mendanai proses peer review mereka, karena mereka tidak mendapatkan keuntungan dari langganan berbayar. Sebagai solusi, beberapa jurnal mengadopsi model pendanaan yang melibatkan biaya publikasi bagi penulis atau dana penelitian. Hal ini mendorong perubahan dalam bagaimana jurnal mengelola sumber daya dan bagaimana penulis, reviewer, serta editor berinteraksi dalam konteks yang lebih transparan.


2. Penggunaan Alat dan Platform Digital


Salah satu dampak paling jelas dari era digital adalah penggunaan alat dan platform berbasis internet untuk mengelola dan memfasilitasi proses peer review. Dulu, proses ini sering kali melibatkan komunikasi melalui surat fisik atau email. Kini, platform online seperti ScholarOne, Editorial Manager, dan OJS (Open Journal Systems) memungkinkan editor jurnal untuk mengelola pengajuan manuskrip, menghubungkan penulis dengan reviewer, serta menyimpan komunikasi dan revisi dengan cara yang lebih efisien.


Keuntungan utama dari penggunaan platform digital ini adalah transparansi dan kecepatan. Editor dan reviewer dapat dengan mudah melacak status suatu manuskrip, melihat komentar sebelumnya, dan memberikan umpan balik secara langsung melalui platform. Beberapa jurnal juga menawarkan sistem peer review yang lebih terbuka, di mana reviewer dapat memberikan komentar publik atau bahkan berinteraksi dengan penulis secara langsung, meskipun proses ini masih jarang diterapkan.


3. Peer Review Terbuka (Open Peer Review)


Seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk transparansi dan akuntabilitas dalam dunia akademik, banyak jurnal mulai menerapkan model peer review terbuka (open peer review). Dalam model ini, identitas reviewer dan penulis dapat diungkapkan, dan umpan balik yang diberikan selama proses review bisa dipublikasikan bersama dengan artikel. Tujuan dari sistem ini adalah untuk mengurangi bias dalam proses review, meningkatkan kepercayaan terhadap sistem peer review, dan memberikan kesempatan kepada reviewer untuk mendapatkan pengakuan lebih besar atas kontribusinya.


Open peer review memberikan beberapa manfaat, seperti memungkinkan masyarakat akademik untuk melihat bagaimana artikel dinilai dan memperjelas keterbukaan proses ilmiah. Namun, ada juga tantangan terkait model ini. Beberapa reviewer mungkin ragu untuk memberikan umpan balik yang jujur jika identitas mereka diketahui, terutama jika mereka memiliki pendapat yang berbeda dengan penulis atau jika ada kekhawatiran mengenai retaliasi.


4. Kecepatan dan Efisiensi


Salah satu keluhan utama tentang sistem per review tradisional adalah lambatnya prosesnya. Di era digital, proses ini dapat berlangsung jauh lebih cepat berkat alat otomatisasi dan pengelolaan yang lebih baik. Platform digital memungkinkan editor dan reviewer untuk lebih mudah berkomunikasi, serta memungkinkan sistem pelacakan yang lebih baik dalam mengelola berbagai tahap peer review.


Namun, di sisi lain, kecepatan ini juga membawa tantangan. Dengan meningkatnya jumlah artikel yang diajukan ke jurnal, proses review bisa semakin terbebani. Ini memunculkan kebutuhan untuk mencari reviewer yang berkualitas, serta menyeimbangkan efisiensi dengan kualitas ulasan yang diberikan. Kecepatan yang terlalu dipaksakan bisa mengarah pada penurunan kualitas review dan memengaruhi validitas penelitian yang diterbitkan.


5. Peer Review Pascapublikasi


Selain perubahan dalam proses review yang terjadi sebelum publikasi, digitalisasi juga membuka kemungkinan untuk melakukan per review pascapublikasi. Ini merupakan pendekatan yang lebih baru di mana artikel yang sudah dipublikasikan dapat terus dievaluasi oleh komunitas ilmiah melalui komentar dan diskusi terbuka setelah artikel tersebut dipublikasikan secara online.


Model ini tidak hanya memungkinkan untuk perbaikan berkelanjutan dari artikel ilmiah, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pembaca untuk memberikan masukan yang berharga. Salah satu contoh dari model ini adalah penggunaan platform seperti "Publons" dan "F1000Research", di mana artikel dipublikasikan dan kemudian dapat direview oleh komunitas ilmiah secara lebih dinamis. Hal ini menciptakan dialog yang lebih hidup antara penulis, reviewer, dan pembaca.


Namun, per review pascapublikasi juga menghadirkan tantangan, terutama terkait dengan pengelolaan feedback yang terus-menerus. Bagaimana editor atau penulis menangani revisi atau kritik yang muncul setelah publikasi bisa menjadi masalah kompleks, terutama jika ada ketidaksepakatan mengenai hasil penelitian atau metodologi yang digunakan.


6. Munculnya Model Peer Review Alternatif


Selain perubahan dalam proses tradisional, era digital juga telah mendorong kemunculan model-model peer review alternatif. Beberapa model baru ini berfokus pada kolaborasi lebih besar dan lebih inklusif dalam penilaian ilmiah. Contohnya adalah model "crowdsourced per review", di mana lebih banyak orang dari berbagai latar belakang atau disiplin ilmu yang memberikan masukan terhadap artikel. Model ini, meskipun masih dalam tahap percobaan, bertujuan untuk menciptakan pendekatan yang lebih demokratis dan inklusif dalam menilai penelitian.


Meskipun model ini menjanjikan transparansi yang lebih besar dan pengurangan bias, tantangan yang dihadapi adalah kualitas tinjauan yang bervariasi, karena tidak semua orang memiliki pengetahuan yang memadai untuk menilai karya ilmiah secara mendalam. Oleh karena itu, model ini cenderung lebih efektif untuk artikel-artikel yang lebih mudah diakses atau bersifat multidisiplin.


Tantangan yang Dihadapi dalam Proses Peer Review Digital


Meskipun ada banyak keuntungan dari digitalisasi per review, proses ini tidak tanpa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah masalah terkait dengan bias yang masih ada, meskipun beberapa model bertujuan untuk menguranginya. Bias dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk bias gender, bias institusional, atau bias terhadap penulis yang berasal dari negara tertentu. Dalam beberapa kasus, peer review dapat memperkuat ketidaksetaraan dalam dunia akademik, karena reviewer atau editor mungkin memiliki preferensi terhadap penulis dari universitas terkemuka atau negara maju.


Tantangan lain adalah kurangnya insentif bagi reviewer. Banyak reviewer yang bekerja tanpa mendapatkan kompensasi finansial atau pengakuan yang memadai atas waktu dan usaha yang mereka curahkan. Hal ini dapat mengarah pada keengganan untuk berpartisipasi dalam peer review atau menghasilkan tinjauan yang kurang berkualitas. Beberapa platform mulai menawarkan insentif, seperti poin atau pengakuan publik, namun hal ini belum dapat sepenuhnya mengatasi masalah tersebut.


Kesimpulan


Proses per review telah mengalami perubahan signifikan sejak era digital dimulai. Dengan munculnya platform digital, model akses terbuka, dan berbagai inovasi lain dalam publikasi ilmiah, sistem review telah menjadi lebih efisien, transparan, dan inklusif. Namun, meskipun ada banyak manfaat dari perubahan ini, tantangan baru juga muncul, termasuk masalah bias, kecepatan, dan insentif bagi reviewer.


Secara keseluruhan, digitalisasi telah membawa banyak peluang untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas penelitian ilmiah, tetapi masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa sistem peer review dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Kualitas penelitian ilmiah yang terpublikasi tetap bergantung pada integritas dan efektivitas sistem peer review, yang tetap menjadi salah satu pilar utama dalam memastikan kredibilitas dunia akademik.

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)