Dosen Pendamping : Dr. I Gede
Astawan, S.Pd., M.Pd.
Nama TIM :
1. Pande
Made Dwi Suci Wulandari (Ketua TIM)
2. Gede
Pasek Maha Putra (Anggota TIM)
3. Ni
Luh Gede Putri Maharani (Anggota TIM)
4. Ni
Putu Yuliani (Anggota TIM)
5. N Made Linda Herawati (Anggota TIM)
Program
Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora mengenai Desakralisasi dan
Komersialisasi Tradisi Okokan Desa Kediri untuk Menunjang Industri Pariwisata
di Bali adalah sebuah penelitian yang meneliti ada atau tidak desakralisasi dan
komersialisasi Tradisi Okokan Desa Kediri dan dampaknya terhadap industri
pariwisata di Bali.
Tradisi Tektekan
Nangluk Merana dengan salah satu instrumen khasnya yaitu Okokan merupakan suatu
Tradisi sakral yang ada di Desa Kediri, Kabupaten Tabanan yang masih memiliki balutan
sejarah yang kental, karena Tradisi Tektekan Nangluk Merana ini dominan
menggunakan instrumen okokan maka orang awam lebih mengenal Tradisi Tektekan
Nangluk Merana dengan sebutan Tradisi Okokan. Tradisi Okokan merupakan simbol
ritual yang dilaksanakan di Desa Kediri hanya pada saat-saat tertentu, yaitu
pada saat muncul wabah penyakit (grubug) yang menyerang masyarakat Desa Kediri, dengan tujuan untuk
menetralisir energi–energi negatif. Sejak tahun 2014, masyarakat Desa Kediri
telah menyepakati adanya penyelenggaraan Tradisi Okokan pada saat menjelang
perayaan Hari Raya Nyepi tepatnya pada Hari Raya Pengerupukan (Windutama et al., 2020). Namun seiring dengan
perkembangan zaman, kini Tradisi Okokan telah dimanfaatkan untuk tujuan
komersial sebagai ekonomi kreatif oleh masyarakat Desa Kediri dengan adanya
Komunitas (sekaa) yang mementaskan Tradisi Okokan di berbagai event yang ada di Bali untuk memikat
daya tarik masyarakat lokal dan mancanegara seperti di tahun 2018 dalam acara
peresmian patung Garuda Wisnu Kencana (GWK), Pesta Kesenian Bali (PKB),
Festival Tabanan, Festival Tanah Lot, dan Festival Legian (Natha, 2017). Hal
tersebut merupakan bentuk komersialisasi dari Tradisi Okokan Desa Kediri. Hal ini tentunya sudah
menjadikan Tradisi Okokan mulai kehilangan kesakralannya akibat dari adanya
pementasan-pementasan tersebut. Dikemukakan oleh 3 orang masyarakat lokal Desa
Kediri bahwa dilihat dari sudut tempat, waktu, dan tujuan dari Tradisi Okokan
kini telah berbeda, hal tersebut dipertegas dan diperkuat oleh 1 orang dari komunitas
(sekaa) Okokan Banjar Jagasatru yang menyatakan bahwa dahulu Tradisi Okokan
hanya dapat dilaksanakan dengan mengelilingi Desa Kediri, namun sekarang
Tradisi Okokan bisa dilaksanakan dimana saja dengan ke berbagai event
yang ada di Bali. Dahulu Tradisi Okokan hanya dapat dilaksanakan pada saat
munculnya wabah penyakit (grubug)
yang menyerang masyarakat Desa Kediri, namun sejak tahun 2014 Tradisi
Okokan dapat dilaksanakan setiap menjelang perayaan Hari Raya Nyepi tepatnya pada
Hari Raya Pengerupukan dengan runtutan upakara atau sesajen yang dihaturkan sakral meski tanpa adanya peringatan
bahwa akan muncul wabah penyakit yang menyerang masyarakat Desa Kediri. Seiring
perkembangan zaman kini Tradisi Okokan dapat dilaksanakan kapan
saja sesuai permintaan pasar, dengan sarana upakara atau sesajen
berupa canang atau pejati untuk meminta keselamatan dan kelancaran saat
pementasan. Dikemukakan pula oleh 3 orang dari Komunitas (sekaa) Okokan Banjar Delod Puri bahwa, dahulu Tradisi Okokan
bertujuan untuk mengusir wabah penyakit (grubug)
yang ada di Desa Kediri dan menetralisir energi-energi negatif, namun sekarang
lebih difokuskan pada tujuan komersial sebagai ekonomi kreatif untuk
meningkatkan pendapatan di Desa Kediri dan mendukung industri pariwisata di
Bali. Adanya desakralisasi dan komersialisasi Tradisi Okokan di Desa Kediri memberikan dampak dua sisi, yakni bisa
menimbulkan sisi positif dan negatif baik pada aspek sosial budaya, sosial
religi, hingga sosial ekonomi. Namun dilihat dari sosial ekonomi dengan adanya komersialisasi, maka dapat dijadikan
peluang untuk memperkenalkan Tradisi Okokan sekaligus sebagai
peningkatan sumber pendapatan dan ciri khas dari Desa Kediri, hal ini tentunya memberikan dampak terhadap industri pariwisata di Bali.
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif dengan menerapkan beberapa teknik
pengumpulan data yaitu, observasi, wawancara, kajian literatur, dan studi
dokumentasi. Kajian Literatur menggunakan rujukan dari berbagai sumber
penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan referensi penelitian.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan Kepala Desa Kediri, 4 orang
Tokoh Masyarakat, 3 Orang Komunitas (sekaa) Okokan Banjar Delod Puri, 1
Orang Komunitas (sekaa) Okokan Banjar Jagasatru, dan 3 Orang Masyarakat
Lokal Desa Kediri maka mendapatkan informasi mengenai Desakralisasi dan
Komersialisasi Tradisi Okokan Desa Kediri.
Posting Komentar
0Komentar