Efek Ngeri Pelemahan Rupiah Terhadap Keuangan Masyarat

lusius-sinurat
By -
0

FORMOSA NEWS Jakarta - Ambruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga sempat tembus di level Rp 16.400/US$ berpotensi memberikan implikasi buruk terhadap keuangan masyarakat hingga pemerintah.

Pada siang tadi, dolar AS telah bergerak menguat kencang menembus level Rp 16.400, jauh meninggalkan level pembukaan pada pagi harinya tadi di kisaran Rp 16.375. Pada penutupan perdagangan sore ini pun masih di level Rp 16.395.

Head of Macroeconomic & Financial Research PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Kahfi Riza menjelaskan, untuk pemerintah, terkaparnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS itu akan berimplikasi pada beban utang dalam dolar yang akan semakin membengkak.

"Tentunya ini akan berikan tekanan di fiskal kita karena sebagaimana diketahui kita ada beberapa kewajiban-kewajiban yang harus diselesaikan dalam bentuk dolar," ucap Kahfi dalam program CNBC Indonesia TV, Jumat (14/6/2024).

Baca:
Analisa-Penyebab Rupiah Anjlok Rp 16.400/US$: Efek Was-Was APBN Jebol
Dalam komposisi data utang pemerintah per akhir April 2024 Rp 8.338,43 triliun, memang utang dalam dolar AS menjadi yang terbesar di antara utang yang berasal dari valuta asing. 

Besarannya telah mencapai sebesar Rp 1.713,26 triliun. Sementara itu, yang dalam bentuk mata uang euro Rp 388,45 triliun, yen Jepang Rp 270 triliun, dan lainnya Rp 30,92 triliun.

"Sehingga hal itu akan menjadi beban pemerintah juga, artinya meningkatkan budget untuk pembayaran utang kita yang dalam bentuk dolar," ucap Kahfi.

Namun, perlu diingat utang secara total mayoritas masih dalam bentuk rupiah sebesar Rp 5.935,42 triliun, dari total utang per 30 April 2024 Rp 8.338,43 triliun.

Adapun efeknya terhadap masyarakat umum, Kahfi menjelaskan, dampak semakin lemahnya nilai tukar rupiah tersebut berpotensi menyebabkan harga barang-barang impor di dalam negeri ikut naik. Ini yang nantinya akan menyebabkan fenomena imported inflation.

"Nantinya akan berimbas terhadap kenaikan-kenaikan harga terutama impor dan nanti akan bisa berpotensi menimbulkan imported inflation, inflasi dari jalur impor, itu yang harus kita waspadai," tegas Kahfi.

Efek terakhir dari pelemahan nilai tukar rupiah tersebut menurut Kahfi ialah buruknya sentimen pelaku pasar keuangan terhadap kondisi dalam negeri. 

Berakibat pada makin derasnya aliran modal yang akan keluar dari Indonesia ke depan.

Meski begitu, Bank Indonesia mencatat data aliran modal asing dari Januari hingga pekan pertama Juni 2024 masih terjadi aliran modal asing masuk sebesar Rp 52,94 triliun. 

Terdiri dari beli neto di pasar SBN Rp 36,02 triliun dan SRBI Rp 101,34 triliun. Sementara itu di pasar saham telah terjadi aliran modal keluar Rp 8,01 triliun.

"Tidak kalah pentingnya ketika rupiah terlalu mendalam pelemahannya tentu akan memicu outflows. Baru saja ini sudah ada indikasi inflows, sudah cukup baik tapi dengan kondisi yang terupdate dan potensinya ada kemungkinan kembali outflows lagi," tutur Kahfi.

"Jadi memang sangat dinamis di financial market terkait fund flows ini dan harapannya dengan berbagai kebijakan pemerintah dan sinergi dengan BI ini bisa menahan pelemahan rupiah di bulan-bulan mendatang," ungkapnya.*

Editor : Muti Amanda
Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)