Subscribe Us

Breaking News

Dari Keripik Pisang ke Baitullah: Kisah Haru Bakti Seorang Anak kepada Ibunya


FORMOSA NEWS - Medan – Di tengah riuhnya Lapangan Merdeka Medan, di mana tawa anak-anak bercampur dengan deru kendaraan yang lalu lalang, hadir sosok sederhana namun menginspirasi: Misbah, seorang pria berusia 45 tahun yang setiap hari mengayuh sepeda tuanya sambil menjajakan keripik pisang. Camilan renyah yang ia buat sendiri itu bukan sekadar sumber penghasilan, melainkan jembatan harapan bagi dirinya dan sang ibu, Rosiah (75 tahun).

Misbah adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Berbeda dengan lima kakaknya yang telah memilih jalan hidup masing-masing dan tak lagi mendampingi ibunya, Misbah memilih tetap tinggal. Ia merawat dan menjaga ibunya dengan penuh kasih, tanpa pernah mengeluh. Dalam pandangannya, Rosiah bukan sekadar ibu, melainkan sumber cahaya dan inspirasi hidupnya.

Setiap pagi, sebelum matahari terbit sempurna, Misbah sudah bersiap. Ia mengolah keripik pisang dengan sepenuh hati. Suara minyak mendidih menjadi lantunan semangat pagi. Namun di balik kesederhanaan itu, perjuangan hidup tak selalu mudah. Pendapatan yang tak menentu menjadi tantangan harian — terkadang keripiknya habis dalam waktu singkat, namun tak jarang pula ia harus pulang dengan dagangan tersisa.

“Setiap hari adalah anugerah. Yakin saja sama Allah, rezeki itu nanti datang dari arah yang tidak kita sangka-sangka,” tutur Misbah lembut namun penuh keyakinan.

Keputusannya untuk tidak menikah dan fokus merawat ibunya bukan tanpa alasan. Bagi Misbah, merawat Rosiah adalah panggilan jiwa yang jauh lebih berharga daripada membangun rumah tangga sendiri. Ketika banyak orang mengejar cinta romantis, Misbah justru menemukan cinta sejatinya dalam bentuk pengabdian.

Rosiah, meski raganya mulai melemah, tetap menjadi sumber kekuatan bagi Misbah. Senyum sang ibu adalah bahan bakar semangat yang tak pernah habis. Meski hidup dalam kesederhanaan, cinta dan kasih di antara mereka begitu dalam dan tulus. Misbah pun selalu bersyukur kepada Allah atas hidup yang dijalaninya — cukup dengan sepeda tua dan keripik pisang, ia mampu menopang kehidupan mereka berdua.

Satu impian besar selalu ia simpan: memberangkatkan sang ibu ke Tanah Suci. Dengan tekad kuat, ia menabung sedikit demi sedikit dari hasil berjualan. Hingga pada suatu hari, kabar menggembirakan datang. Nama Rosiah tercantum sebagai salah satu calon jemaah haji yang akan berangkat.

Tangis haru tak terbendung. “Ibu, ini adalah hadiah terindah dalam hidupku,” ujar Misbah sambil memeluk ibunya erat-erat, penuh cinta dan syukur.

Kisah Misbah menjadi pengingat bahwa cinta sejati sering kali hadir dalam bentuk paling sederhana. Ia mungkin tidak memiliki harta yang berlimpah, namun ia memiliki sesuatu yang jauh lebih berharga: cinta tanpa syarat untuk ibunya. Di balik keripik pisang dan sepeda tua, terpatri kisah pengorbanan, ketulusan, dan keteguhan hati seorang anak yang memilih berbakti hingga akhir.

Penulis : Reggi ermila Fasila (0603221030)

Tidak ada komentar