Manokwari
— Sebuah studi terbaru mengungkap kondisi akses dan kualitas air bersih di
kampung tertinggal dan sangat tertinggal di Distrik Warmare dan Tanah Rubuh,
Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa seluruh
masyarakat masih sepenuhnya mengandalkan satu sumber mata air alami untuk
kebutuhan minum, memasak, mandi, dan mencuci.
Air
dari mata air ini dialirkan melalui sistem perpipaan sederhana yang dibangun
menggunakan dana desa. Meski secara fisik tampak jernih dan tidak berbau, air
tersebut belum pernah diuji melalui pemeriksaan laboratorium, sehingga
kandungan kimia dan mikrobiologisnya belum diketahui dengan pasti.
Warga
setempat juga tidak melakukan proses penyaringan atau perebusan sebelum
mengonsumsi air. Rendahnya kesadaran mengenai pentingnya pengujian kualitas air
menjadi salah satu tantangan utama, di samping ketiadaan fasilitas uji dan
monitoring berkala dari instansi kesehatan.
Kendati
demikian, laporan penelitian menunjukkan belum adanya kasus penyakit serius
yang dihubungkan langsung dengan penggunaan air tersebut. Hanya sebagian kecil
warga melaporkan keluhan ringan seperti gatal pada kulit.
Di
sisi lain, masyarakat masih mengandalkan gotong royong untuk menjaga kebersihan
jalur pipa dan area mata air. Meski belum memiliki kelompok pengelola air yang
formal, koordinasi antarmasyarakat tetap berjalan untuk melakukan perbaikan
jika terjadi kerusakan.
Penelitian
ini merekomendasikan perlunya uji kualitas air secara rutin, pembentukan
kelompok pengelola air desa, integrasi kearifan lokal dengan pendekatan ilmiah,
serta peningkatan edukasi terkait sanitasi dan kesehatan lingkungan. Langkah
ini dinilai penting untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDG) 6 tentang air bersih dan sanitasi layak.
Pemerintah
kampung dan lembaga terkait diharapkan dapat bekerja sama memperkuat
pengelolaan air berbasis komunitas, sehingga masyarakat di wilayah tertinggal
dapat memperoleh akses air yang aman, sehat, dan berkelanjutan.
0 Komentar