Pemberian Amnesti Presiden Prabowo Picu Kecaman Internasional

Illustrasi gambar, sumber: Gemini Ai

FORMOSA NEWS - Jakarta – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk membebaskan ribuan narapidana melalui program amnesti nasional menuai gelombang kecaman, tak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari komunitas internasional. Gelombang pembebasan ini dimulai dengan dilepasnya 1.178 narapidana pada gelombang pertama. Totalnya, kebijakan ini ditargetkan membebaskan hingga 44.000 orang, termasuk tokoh-tokoh politik dan mantan pejabat negara yang sebelumnya tersangkut kasus hukum.

Salah satu yang menarik perhatian publik adalah pembebasan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong. Keduanya sebelumnya menjalani hukuman penjara karena terlibat kasus dugaan korupsi dan pelanggaran etika jabatan. Meski pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini diambil sebagai langkah rekonsiliasi nasional menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, banyak pihak menilai bahwa keputusan tersebut justru mencederai prinsip keadilan dan pemberantasan korupsi.

Lembaga swadaya masyarakat dan pengamat hukum menyampaikan kekhawatiran bahwa pemberian amnesti kepada tokoh politik tertentu berpotensi melemahkan independensi lembaga peradilan di Indonesia. Beberapa organisasi anti-korupsi bahkan menyebut langkah ini sebagai bentuk kemunduran dalam penegakan hukum yang selama ini diperjuangkan. Tidak sedikit pula akademisi yang mempertanyakan motif politik di balik pemilihan narapidana yang dibebaskan. Mereka menilai bahwa keputusan tersebut dapat menjadi preseden buruk, khususnya apabila digunakan untuk mendekati kelompok-kelompok oposisi demi kepentingan politik praktis.

Reaksi keras juga datang dari sejumlah tokoh internasional dan organisasi hak asasi manusia. Mereka menyoroti bahwa pemberian pengampunan terhadap narapidana kasus korupsi atau penghinaan terhadap presiden berpotensi mengancam demokrasi dan memperlemah kepercayaan rakyat terhadap sistem hukum. Media asing seperti Associated Press, Reuters, hingga Al Jazeera turut menyoroti kebijakan ini dalam pemberitaan mereka, menekankan bahwa langkah Presiden Prabowo menimbulkan tanda tanya besar tentang komitmen Indonesia terhadap reformasi hukum dan tata kelola pemerintahan yang bersih.

Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan bahwa proses seleksi narapidana yang layak mendapat amnesti dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan kriteria kemanusiaan. Namun, transparansi terhadap proses tersebut masih menjadi sorotan. Pemerintah memang menyatakan bahwa amnesti ini mencakup tahanan politik, lanjut usia, penyandang disabilitas, serta narapidana dengan kondisi medis kronis. Meski begitu, publik belum memperoleh akses penuh terhadap daftar resmi nama-nama penerima amnesti dan alasan khusus pemberian pembebasan mereka.

Di tengah kontroversi yang terus bergulir, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan wujud dari pendekatan negara yang berkeadaban dan bertujuan mengurangi beban lembaga pemasyarakatan. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan amnesti kepada pelaku tindak pidana berat seperti terorisme, kejahatan seksual, atau narkotika dengan jumlah besar. Namun, pernyataan tersebut belum sepenuhnya meredam gelombang kritik, terutama dari kalangan masyarakat sipil yang menuntut agar setiap kebijakan hukum dijalankan secara transparan dan tidak diskriminatif.

Seiring dengan itu, kelompok oposisi dan sejumlah partai politik menyoroti potensi dampak jangka panjang dari kebijakan ini terhadap kredibilitas pemerintah. Beberapa dari mereka bahkan meminta agar Mahkamah Konstitusi dan Komnas HAM turut mengawasi dan mengevaluasi pemberian amnesti tersebut. Mereka berpendapat bahwa setiap bentuk pengampunan yang menyangkut tokoh politik harus mendapatkan peninjauan lebih lanjut agar tidak menjadi alat kompromi kekuasaan.

Dengan situasi yang berkembang ini, tampaknya Indonesia akan terus berada dalam sorotan dunia, tidak hanya karena kebijakan domestik, tetapi juga karena bagaimana negara ini menjaga keseimbangan antara keadilan hukum dan stabilitas politik. Program amnesti Presiden Prabowo memang menjadi langkah besar yang akan diuji oleh sejarah: apakah ia akan dikenang sebagai upaya rekonsiliasi nasional, atau justru menjadi titik rawan yang membuka celah bagi politik balas jasa di masa mendatang.

Posting Komentar

0 Komentar