Jakarta — Sebuah kajian terbaru yang diterbitkan
dalam Indonesian Journal of Christian Education and Theology (IJCET)
mengungkapkan model hermeneutika interdisipliner untuk memperbarui kurikulum
Pendidikan Agama Kristen (PAK) di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh
Delf Gustaaf Kalalo, Favor A. Bancin, dan Hotmaulina Sihotang ini menyoroti
perlunya integrasi antara teologi, budaya, dan ilmu sosial dalam proses
pembelajaran PAK.
Indonesia sebagai negara dengan keberagaman budaya yang tinggi dinilai membutuhkan
pendekatan pendidikan agama yang lebih kontekstual. Namun, sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa kurikulum PAK masih didominasi pendekatan kognitif dan
doktrinal yang kurang menyentuh realitas sosial peserta didik.
Model Hermeneutika Interdisipliner PAK (HIK-PAK) yang ditawarkan dalam studi
ini mengusulkan tiga pilar utama: orientasi teologis, kontekstualisasi budaya,
dan analisis sosial. Ketiga pilar ini bekerja dalam sebuah siklus hermeneutik
yang memungkinkan peserta didik mengaitkan teks Alkitab dengan pengalaman kehidupan sehari-hari.
Penelitian tersebut menegaskan bahwa guru PAK harus berperan sebagai
fasilitator pemaknaan, bukan sekadar penyampai doktrin. Melalui dialog antara
teks, budaya lokal, dan dinamika sosial, peserta didik diharapkan mampu
membangun pemahaman iman yang reflektif dan relevan dengan tantangan zaman
termasuk era digital, sekularisasi, dan pluralitas agama.
Model HIK-PAK juga dinilai sejalan dengan Kurikulum Merdeka yang menekankan
pembelajaran kontekstual dan pembentukan Profil Pelajar Pancasila. Para
peneliti merekomendasikan agar lembaga pendidikan Kristen menyediakan pelatihan
bagi guru serta mengintegrasikan isu sosial kontemporer seperti keadilan
ekonomi, etika digital, perubahan iklim, dan keberagaman agama ke dalam pembelajaran PAK.
Temuan ini diharapkan menjadi langkah baru dalam pengembangan kurikulum PAK
yang lebih dialogis, inklusif, dan transformatif bagi masyarakat Indonesia yang majemuk.
0 Komentar