Selain Obat dan Transportasi Lebih Murah, Kenyamanan Berkomunikasi dengan Dokter Menjadi Alasan Utama Orang Indonesia Berobat ke Luar Negeri

lusius-sinurat
By -
0

FORMOSA NEWS, Medan - Sudah jamak terdengar bahwa banyak orang Indonesia yang melakukan pengobatan ke luar negeri. Biasanya negara yang banyak dipilih adalah Malaysia dan Singapura.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi mengatakan alasan orang Indonesia banyak berobat ke Malaysia dan Singapura adalah biaya obat dan transportasi lebih murah, plus kenyamanan pasien dalam melakukan komunikasi dengan dokter di Luar Negeri.

Selama 3-5 dekade terakhir, seharusnya kenyataan  ini menjadi catatan bagi sejumlah tenaga medis di Indonesia agar bisa meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien.

Faktanya, kemampuan komunikasi pada dokter di Indonesia harus ditingkatkan, karena salah satu dasar pasien berobat ke luar negeri, khususnya ke Malaysia atau ke Singapura.

"Kenapa pembiayaan murah? Karena ada kebijakan negara, regulasi negara soal free tax khususnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat," pungkas ketua PB IDI dr Adib.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap bahwa jumlah masyarakat Indonesia yang bolak-balik ke luar negeri untuk berobat ada lebih dari 1 juta orang. Indonesia jelas dirugikan dari kondisi ini. Sebab, ada potensi nilai ekonomi yang hilang.

"Kita kehilangan US$11,5 miliar, kalau dirupiahkan itu Rp 180 T hilang karena warga kita tidak mau berobat di dalam negeri," ujar Jokowi saat menghadiri Rakernas Kesehatan di ICE BSD, Tangerang, Rabu lalu (24/4/2024).

Menurut catatan pemerintah, negara tujuan berobat favorit masyarakat Indonesia antara lain Singapura, Malaysia, Jepang dan Amerika Serikat.

Presiden menyadari, Indonesia memang tertinggal dalam sektor kesehatan. Saat ini, rasio dokter di Indonesia ada di level 0,47 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Tanah Air.

Mengacu standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio jumlah dokter, termasuk dokter umum dan spesialis, yang ideal, yaitu 1/1000 atau 1 dokter per 1000 penduduk. Apabila sebuah negara berhasil memenuhi "golden line" tersebut, maka dapat dikategorikan berhasil dan bertanggung jawab kepada rakyatnya di bidang kesehatan.

Angka terakhir yang di dapatkan dari WHO dan juga World Bank, rasio Indonesia berada di 0,47/1000. Angka ini membawa Indonesia menempati posisi ketiga terendah di ASEAN setelah Laos 0,3/1000 dan Kamboja 0,42/1000.

Untuk mengatasi masalah ini, Presiden Jokowi menyebut Undang-Undang Kesehatan telah direvisi agar mempermudah anak muda Indonesia untuk masuk ke pendidikan dokter, termasuk dokter spesialis yang jumlahnya jauh lebih sedikit.**

Editor : Muti Amanda 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)